Jumat, 30 Januari 2004 | Berita Utama |
Demonstran Kepung Sidang Akbar
JAKARTA-Musyawarah hakim agung yang membahas kasasi terpidana Akbar Tandjung, kemarin, belum juga menjatuhkan vonis. Majelis hakim agung bahkan menunda musyawarah sampai 4 Februari mendatang. Sementara itu lokasi musyawarah di gedung Mahkamah Agung Jalan Medan Merdeka Jakarta Pusat diblokir aparat keamanan. Namun di sisi lain ratusan mahasiswa terus melancarkan demo dengan tuntutan agar Akbar dipenjara. Akbar sendiri di tempat terpisah tetap merasa yakin dirinya tidak bersalah. Penundaan itu menurut ketua majelis hakim Paulus Effendi Lotulung, karena masih banyak bukti yang harus diteliti lagi. "Kenapa harus ditunda, karena ada hal-hal yang perlu dijelaskan dari bukti-bukti dan sebagainya. Kalau Anda tanya apa bukti itu, saya tidak boleh menjelaskan. Kalau tanya begitu berarti Anda sudah masuk dalam musyawarah," kata Paulus kepada perwakilan mahasiswa yang menemuinya. Paulus juga menjelaskan karena masih pertemuan pertama, maka para hakim agung masih mencocokan bukti yang dimiliki masing-masing. Sebab tidak tertutup kemungkinan ada bukti yang tidak lengkap atau tidak cocok. Untuk selanjutnya dalam musyawarah itu para hakim beradu argumentasi, bila tidak tercapai kata mufakat, dilakukan voting. Biasanya dalam perkara-perkara pelik seperti kasus Akbar Tandjung musyawarah yang dilakukan majelis hakim itu tidak bisa langsung selesai. Sangat mungkin dilakukan musyawarah kedua dan ketiga untuk mendapatkan keputusan yang berkualitas. Selain itu majelis dalam musyawarah tersebut juga meninjau penerapan hukum di balik putusan di tingkat PN Jakpus, maupun PT DKI yang sama-sama menghukum Akbar tiga tahun penjara. Dia menambahkan masyarakat tidak perlu lagi pesimistis, karena dalam UU Mahkamah Agung nantinya perbedaan pendapat hakim dapat diketahui. Ketika didesak untuk menjelaskan jalannya musyawarah, Paulus mengelak dengan alasan berdasarkan aturan, yakni UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kehakiman, musyawarah hakim agung untuk memutuskan perkara sifatnya rahasia dan tidak dapat dipublikasikan. Dia hanya mengatakan garis besarnya saja. "Jalannya musyawarah bagus sesuai harapan kita semua. Dan marilah kita lihat bagaimana pendapat dari segi hukum. Dan tidak boleh kita saling mendahului bukti-bukti dan semua pendapat hakim."
Marak Demonstrasi Untuk kesekian kalinya gedung MA didatangi gelombang demonstrasi. Kali ini dari BEM se Jakarta Raya. Dalam aksinya di depan gedung Jl Medan Merdeka Utara, para demonstran menuntut MA berani mengatakan yang benar itu benar yang salah itu salah. Bukannya menyederhanakan masalah dengan melakukan voting saat memutus kasasi yang diajukan Akbar. "Mereka (para hakim agung-red) punya hati nurani. Oleh karenanya jangan terlalu menggampangkan masalah dengan menggunakan cara voting. Dengan nurani yang namanya kebenaran itu sudah jelas, janganlah kebenaran dikalahkan dengan voting karena tekanan kepentingan politik," kata juru bicara aksi BEM Ahmad Nur Hidayat. Menurut dia, MA harus tetap mempertahankan independensinya dengan tidak ikut bermain politik. Saat ditanya mengenai hukuman yang layak diberikan kepada Akbar, Hidayat mengatakan, Akbar sebagai pejabat negara seharusnya berpikir untuk mensejahterakan rakyat. Dengan dia melakukan korupsi yang berarti mengambil hak rakyat, maka hukuman yang layak baginya adalah hukuman berat seperti hukum gantung. "Hukuman seperti inilah yang akan membuat takut para pejabat negara lainnya hingga tidak berani melakukan korupsi." Mereka juga berharap agar majelis hakim yang diketuai Paulus Effendi tidak memperlama musyawarah dengan alasan yang tidak bijak. Dalam aksinya mereka juga melempari orang bertopeng berhidung pinokio yang menggambarkan sosok Akbar Tandjung dengan beraneka barang seperti air mineral dan tomat busuk. Demonstran juga menggelar poster-poster yang mencela Akbar dan MA. Pengamanan Ketat Menjelang musyawarah perkara kasasi, gedung MA mendapat pengawalan ketat. Yaitu dengan hadirnya dua SSK Brimob/Polri beserta tiga kendaraan. Di pintu masuk dipasang metal detector. Musyawarah baru dimulai pukul 10.45- 13.00 WIB di lantai II Blok D ruang 208 gedung MA. Para wartawan yang hendak meliput dilarang naik ke lantai 2 tempat musyawarah tersebut berlangsung. Para wartawan akhirnya hanya duduk-duduk di lobi utama dan teras gedung MA. Ketika gelombang demonstran tiba aparat langsung membuat pagar betis sepanjang pagar gedung MA. Kepada wartawan di gedung DPR Akbar tetap menyatakan yakin dirinya tidak bersalah. "Prinsip dan keyakinan tidak bersalah itu yang tetap saya pegang sampai detik ini. Saya sering konsultasi dengan tim penasihat hukum saya. Kita ini bicara tentang hukum bukan faktor-faktor lainnya." Namun demikian Akbar juga menyatakan tetap menghormati apapun keputusan Mahkamah Agung terhadap dirinya. Dia cuma menyesalkan cara-cara yang dilakukan banyak pihak terhadap MA. "Apakah betul cara-cara itu. Apakah betul cara-cara untuk menekan MA agar memutuskan seperti ini dan itu dengan demo dan sebagainya. Kalau saya tetap menghormati MA sehingga tidak akan melakukan cara pemaksaan kehendak seperti itu. Apa tidak sadar mahasiswa dengan cara itu telah bermain politik," katanya. Ketika ditanya tentang isu penggantian dirinya sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar, Akbar menegaskan hal itu hanyalah isu belaka. "Karena teman-teman di Golkar sama dengan saya. Mereka yakin bahwa saya tidak bersalah. Maka mereka tidak akan ganggu gugat kepemimpinan saya di Golkar. Walaupun saya juga tetap siap mempertanggungjawabkan kesalahan saya bila memang bersalah dalam menjalankan amanah partai," katanya. Menurut pengacara Akbar dari DPP Partai Golkar Lauren Siburian SH, MA harus berani membebaskan Akbar. Bila Akbar bebas maka hal itu justru menunjukkan kalau MA telah mengambil keputusan murni berdasarkan hukum bukannya tekanan atau opini yang sengaja dimunculkan ke publik oleh pihak-pihak tertentu. Ka Puspemkum Kejakgung Kemas Yahya Rachman SH berpendapat bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan sudah menguatkan Akbar memang bersalah. Sepengetahuan Kemas walaupun musyawarah itu dilakukan secara tertutup, pembacaan putusan hasil musyawarah harus dilakukan dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum. Selain itu dalam setiap putusan, pada akhir putusan tersebut, penjelasan itu harus dicantumkan. Termasuk tanggal dan hari apa musyawarah dilakukan. Bila yang kecil-kecil itu tidak dicantumkan, bisa menyebabkan putusan itu menjadi tidak sah atau batal demi hukum. (F4-33) |
Berita Utama | Semarang | Sala | Jawa Tengah | Olahraga | Internasional | Liputan Pemilu
Budaya | Wacana | Ekonomi | Fokus | Cybernews | Berita Kemarin
Copyright© 1996 SUARA MERDEKA
source : http://www.suaramerdeka.com/harian/0401/30/nas1.htm