Rabu, 4 Februari 2004 | Berita Utama |
"Saya Siap Terima Apa pun Putusannya"
JAKARTA- Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung menyatakan siap menerima apa pun keputusan Mahkamah Agung (MA) sehubungan dengan akan bertemunya kembali majelis hakim agung di Jakarta, Rabu (4/2), untuk memutuskan permohonan kasasinya. "Saya sudah siap menerima putusan MA," kata Akbar yang juga Ketua DPR-RI seusai menerima Presiden Rumania Ion Iliescu di gedung MPR/DPR Jakarta, Selasa. Dia mengemukakan, dia menyerahkan sepenuhnya permohonan kasasinya kepada majelis hakim dan menunggu putusan MA apa pun bentuknya. Namun dia menegaskan, dirinya tetap tidak bersalah dalam kasus penggelapan dana Bulog Rp 40 miliar tersebut. "Namun sebagaimana menjadi sikap saya sejak awal yang sudah saya sampaikan dalam memori kasasi saya, bahwa saya tidak bersalah, itulah sikap saya sampai hari ini. Saya pada hari-hari ini berdoa, semoga permohonan saya dikabulkan MA," ungkap Akbar.
Menanggapi pertanyaan apa yang akan dilakukannya bila MA tidak mengabulkan permohonan kasasinya, Akbar menjawab, bila keputusan tidak sesuai dengan yang diharapkannya, maka dia akan langsung berkonsultasi dengan penasihat hukumnya tentang upaya hukum apa yang masih bisa dilakukan. "Saya belum bisa mengatakan apa-apa hari ini, tapi saya memang sudah mempersiapkan satu opsi, yaitu saya akan berkonsultasi dengan penasihat hukum saya soal upaya hukum apa yang masih bisa dilakukan," paparnya. Akbar juga optimistis, keputusan yang terburuk sekalipun --seperti permohonan kasasinya tidak dikabulkan-- tidak akan memengaruhi kepemimpinannya di partai berlambang pohon beringin itu. "Hal itu karena saya yakin, teman-teman pun tahu bahwa saya memang tidak bersalah dan saya mengetahui itu, sehingga saya yakin mereka tetap memperlakukan saya sebagai pemimpin (partai) mereka," tandasnya. Namun dia menekankan, jika MA tidak mengabulkan permohonan kasasinya, dia akan mempertimbangkan kembali pencalonannya sebagai presiden, kendati saat ini masih dalam proses konvensi. Aksi Tandingan Sementara itu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Jabotabek dan Front Mahasiswa Universitas Indonesia (FAM UI) menggelar aksi tandingan yang dilakukan Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) menjelang putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung. Perwakilan BEM Jabotabek dan FAM UI dalam aksi di depan Gedung MA di Jakarta, Selasa, menyatakan adanya gejala-gejala bahwa lembaga MA sudah terpengaruh oleh pihak-pihak yang tak menginginkan tegaknya supremasi hukum di Indonesia. Puluhan aktivis mahasiswa tersebut tidak menginginkan proses simbol busuknya kekuasaan negara dirusak oleh kekuatan kelompok lain yang menginginkan kebusukan itu terus langgeng. Para mahasiswa juga memberikan tuntutan untuk memberikan hukuman kepada Akbar Tandjung atas apa yang telah dilakukan. Menurut Ketua BEM UI Ahmad Nur Hidayat, pihaknya mendukung hakim agung untuk menggunakan nurani bukan intervensi politik, dan mahasiswa siap memberikan dukungan atas putusan yang sebenar-benarnya. "Kami sangat kecewa atas hakim MA, bila putusan bebas benar terwujud, artinya sudah ada dua lembaga peradilan yang memvonis tiga tahun atas kesalahannya," kata Hidayat. Dia mengatakan, MA sebagai lembaga tertinggi harus mampu menjaga kewibawaannya sebagai penegak hukum di Indonesia. "Kami akan meminta pertangungjawaban publik terhadap putusan bebas bila itu benar terwujud." Sedangkan FAM UI menilai, penegakan keadilan oleh hakim Abdul Rachman Saleh dan hakim Parman Suparman diduga akan diarahkan pada upaya membebaskan koruptor. (ant-58tj) KRONOLOGI KASUS AKBAR 11-02-1999: Rapat Terbatas Presiden Habibie, Mensesneg Akbar Tandjung, Menko Kesra Haryono Suyono membahas rencana pengeluaran dana Bulog Rp 40 miliar untuk penyaluran sembako. 02-03-1999: Deputi Keuangan Bulog, Ruskandar, bersama Ishadi Saleh (rekananBulog) menyerahkan dua cek masing-masing senilai Rp 10 miliar kepada Akbar. Akbar lalu menyerahkan cek kepada Fadel Muhammad dan MS Hidayat (bendahara dan wakil bendahara DPP Golkar). 07-03-1999: Deklarasi Partai Golkar (biaya dikaitkan cek Rp 20 miliar) 20-04-1999: Ruskandar menyerahkan 8 lembar cek senilai Rp 40 miliar, yang dipecah-pecah jadi Rp 2 miliar dan Rp 3 miliar atas permintaan Akbar.
01-02-2001: Menko Perekonomian/Kabulog Rizal Ramli menyatakan ada dana Bulog senilai Rp 90 miliar yang masuk ke kas Golkar. 13-02-2001: Menhan Mahfud MD juga menyatakan Golkar menerima dana Rp 90 miliar dari Bulog menjelang Pemilu 1999. 09-07-2001: Mantan kabulog Rahardi Ramelan ditetapkan sebagai tersangka. Namun Rahardi saat itu masih berada di luar negeri dalam waktu lama. 09-10-2001: Rahardi memenuhi panggilan Kejakgungm dan mengaku cek Rp 40 miliar diserahkan kepada Akbar, Rp 10 miliar untuk Menhankam Wiranto, dan Rp 4,6 diserahkan kepada PT Goro Batara Sakti sebagai pinjaman. 11-10-2001: Akbar mengaku menerima dana, tetapi diserahkan kepada yayasan yang ia sendiri lupa namanya. Belakangan Akbar membantah menerima uang, tetapi hanya melihat Ruskandar menyerahkan cek kepada yayasan. 31-10-2001: Akbar diperiksa Kejakgung dan menyebut Yayasan Raudlatul Jannah. 20-11-2001: Ruskandar bersaksi dana benar-benar diterima Akbar. 21-11 2001: Akbar mengaku hanya melihat cek digeletakkan di atas meja ruang kerjanya. 03-12-2001: Jaksa Agung MA Rachman menyatakan Tim Kejakgung tidak menemukan bukti penyaluran sembako di daerah, seperti pernah disebut Akbar, Dadang Sukandar (ketua yayasan), dan Wilfred Simatupang (rekanan). 10-12-2001: Habibie diperiksa Tim Kejakgung di Hamburg, dan mengaku tak pernah menerima laporan tertulis maupun lisan dari Akbar soal pelaksanaan penyaluran sembako. Ini sekaligus membantah pengakuan Akbar, bahwa ia sudah melaporkan secara lisan kepada Habibie. 05-01-2002: Presiden Megawati memberikan izin bagi Kejakgung untuk menetapkan Akbar sebagai tersangka. 07-01-2002: Kejakgung resmi menetapkan Akbar sebagai tersangka. 28-02-2002: Rahardi Ramelan ditahan di LP Cipinang Jakarta. 07-03-2002: Akbar, Dadang, dan Wilfred ditahan di rutan Kejakgung (belakangan hanya Akbar yang menikmati penangguhan penahanan). 04-11-2002: Majelis Hakim PN Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 3 tahun penjara bagi Akbar (tuntutan jaksa 4 tahun), dalam sidang di Gedung BMG, Kemayoran Jakarta. Akbar mengajukan banding. 17-01-2003: Pengadilan Tinggi Jakarta menolak permohonan banding; mengukuhkan putusan PN Jakarta Pusat (3 tahun). Penasihat Hukum Akbar, Amir Syamsudin, mengajukan kasasi ke MA. 29-01-2004: Lima hakim agung, yang dipimpin Paulus Effendy Lutolong, menunda putusan kasasi pada tanggal 4 Februari 2004. 04-02-2004: ??? (B5-48) |
Berita Utama | Semarang | Sala | Jawa Tengah | Olahraga | Internasional | Liputan Pemilu
Budaya | Wacana | Ekonomi | Fokus | Cybernews | Berita Kemarin
Copyright© 1996 SUARA MERDEKA
Source: http://www.suaramerdeka.com/harian/0402/04/nas5.htm